Dimas menepuk lengannya yang baru saja dihinggapi nyamuk, meninggalkan bentol pada kulitnya yang putih. Awal Februari kemarin ia akan marah bila itu terjadi, dan akan segera mengambil obat nyamuk lalu menyemprotkannya dengan serampangan, namun kini kulitnya sudah mulai kebal. Plaakk, kali ini lehernya yang diserang nyamuk. Tiga orang temannya yang sudah tidur pun sesekali menggaruk tubuh mereka.
Di sinilah Dimas, Dodi, Riko dan Iwan menghabiskan hari-hari hukuman. Rutan ini tidak seseram bayangan mereka, cerita-cerita di balik jeruji besi yang sering di saksikan dalam film tidak terjadi. Ah syukurlah Tuhan, jangan, aku tak sanggup. Ia memejamkan mata, mencoba untuk tidur tetapi pikirannya terus saja menari-nari di kepala. Tiga minggu sudah mereka ada di rutan, untunglah kasus mereka tidak begitu berat sehingga mereka tidak mendapat hukuman tambahan dari sesama napi.
"Eh tahu ga, orang itu kasian banget deh," suatu hari di meja makan Iwan berbicara dengan setengah berbisik.
"Kenapa?"
"Dia nyuri mobil terus habis itu nabrak orang, satu keluarga tewas di tempat, gara-gara dia tuh, makanya dia dikasih sel tikus."
Orang yang dimaksud oleh Iwan adalah seorang pria bertubuh gempal dengan tatto di lengan. Dimas mengenali orang itu karena mereka pernah melewati sel nya yang tingginya hanya setengah badan orang dewasa. Sel sempit yang jangankan untuk berdiri, duduk tegak pun tidak bisa, sehingga si orang tersebut harus duduk sambil menunduk.
Di lain hari giliran Dodi yang bercerita bahwa narapidana di sel sebelah mereka baru saja dipukuli oleh narapidana lain. Ketakutan terus membayangi mereka ber-empat, pertanyaan seperti 'kapan giliran kami yang dikerjai?' terbayang dalam pikiran mereka. Hidup dalam penjara adalah satu hal yang tidak ingin lagi mereka jalani untuk ke depannya. "Kalau kita udah bebas, gue ga akan ngelakuin hal-hal aneh lagi, gue ga mau masuk penjara lagi." Tampang Riko lebih kusut dari biasanya, rintihan narapidana di sel sebelah terdengar jelas dan menyayat telinga.
Hal yang paling menyenangkan adalah ketika waktu berkunjung tiba. Mereka akan lebih rapi dari biasanya, menyambut orang tua dan saudara yang datang membawa makanan, uang atau keperluan lain. "Mah, kalau ke sini ga usah bawa baju, percuma nanti diambil petugas," Riko melipat kembali kaos bola kesayangannya, ia tidak rela kalau kaos itu jatuh ke tangan sipir, "bawa lagi aja ya, simpan untuk aku pulang." suaraya pelan tetapi terdengar yakin. Di meja lain Dimas sedang memasukkan uang yang diberikan oleh kakaknya ke dalam kantong baju seragam narapidananya, "Habis di sini makanannya ga enak Kak, jadi kita sering beli makanan di kantin. Maaf ya jadi merepotkan." Kakaknya hanya tersenyum mendengar kata-kata Dimas. Ah Kakak jangan tersenyum seperti itu, karena senyumanmu hanya membuatku ingin menangis, aku sungguh-sungguh meminta maaf. Kami memang telah melakukan suatu kebodohan dan kami berjanji tidak akan melakukannya lagi. Lanjutnya dalam hati, lidahnya tiba-tiba kelu untuk menyuarakan kata-kata.
Seribu nasihat mungkin tidak kau dengar, tetapi satu musibah dapat menyadarkanmu.
.
ini beneran apa sekedar cerita pendek?
ReplyDeletefiksi dari true :D
DeletePenyesalan udah ga bisa memutar balikkan waktu, jadi buat apa menyesal... jalani aja semua kenyataan yang ada di depan mata, berharap yang positif...
ReplyDeletecerita di atas seperti mba menceritakan diriku yang dulu mba...
jadi teringat masa lalu aku :'(
fiksi ya..?
ReplyDeletekelam juga ya penghuni penjara.,
ReplyDeleteBait kata yg terahir itu patut di garis bawahi
ReplyDeleteKalo dah kena batunya baru deh nyadar hehee....
ReplyDeleteBagus ceritanya sob :)
Kisah nyata atau kah fiksi ini sahabat, menggambarkan kehidupan dalam penjara
ReplyDeleteyeah aku yang lagi gak tahu mksdnya tersadari akan quotenya
ReplyDeletemakasih yah mbak :D
akhirnya paham juga
kata-kata terakhirnya kak.. artinya padet bgt :) dan memang bener terkadang kita bener bisa2 mengerti jika suatu hal itu sudah terjadi dan baru sadar ternyata hal itu sudah berapa puluh kali dibilang agar kita bisa lbh hati2.
ReplyDeleteAku cari cerita sebelumnya, ternyata ada di postingan bulan Maret, Mbak. Semoga dijadikan sebuah pembelajaran buat mereka dan kita semua ya, Mbak. Iya, kita semua akan tersadar akan sesuatu yang salah setelah mengalami musibah itu sendiri :)
ReplyDeletesel nya <---kelebihan spasi..
ReplyDeletemakasih lagi udah di lanjutin =)
udah kaya pesantren ya penjara itu pas baca kunjungan dibawain uang sama makanan =D
iya karena di dalam sana banyak yang jualan loh, dari barang bener sampe ga bener
Deleteceritanya mengingatkan saya akan sebuah peristiwa.. pelajaran yang diambil dari peristiwa itu = kalimat terakhir. peristiwa apakah? peristiwa pelarangan pemakaian bb sama adek saya xixixi nanti deh kapan2 diceritain ;p
ReplyDeleteyah..seperti aku juga, kalau dinasehati susah, tapi kalau langsung terbentur dgn masalah mulai nyadar, padahal saat itu penyesalan tdk berarti..
ReplyDeletebaru deh kapok ya.... kalau sudah begini ya.... suka sama ceritanya nih....
ReplyDeleteboleh juga nih penulis wanita menceritakan tentang sel pria. menarik.
ReplyDeletesel yang tingginya setengah badan dewasa dimana nih Mbak? jangan-jangan settingnya Irak atau Alcatras nih.
tapi tetep getirnya hidup di sel dari satu sisi ketangkep banget.
entah kenapa saya begitu baca post ini langsung kepikiran film band of brothers. film perang tapi dibahas dari sisi yang lebih spesifik, humanis.
duh saya malah ga kepikiran alcatras pak.. ini settingannya penjara jakarta koq :D
Deletepengalaman membuat semuanyaa lebih baik
ReplyDeleteceritanya sangat menyentuh...
ReplyDeletengenak banget ceritanya
ReplyDeleteHarus dibaca dulu posting yg sebelumnya. Agar benar2 paham
well..
ReplyDeletesungguh inspiratif.. :)
menjadi bijak akibat pengalaman...
terkadang, memang butuh turun tangan Tuhan secara langsung, untuk "menampar" seseorang agar tersadar akan perbuatannya...
ReplyDeletebegitu kan mbak, kesimpulannya?
oia, kalo selnya para "tikus negri" sih, malah mewah. Mirip hotel. Kapan kapoknya coba?!
(=,=)
kata" rutan " itu sering saya dengeeeeer, tapi dimana ya
ReplyDeleterutan = rumah tahanan
DeletePengalaman memang guru terbaik!
ReplyDeletedirutan juga beli makanan yah, bukannya seharusnya gratis :D
ReplyDeletebanyak yang jual rio, kalo lagi ga cocok sama ransumnya jadi bisa beli deh
DeleteSetelah bencana melanda baru ada penyesalan.
ReplyDeleteDirutan mah tidak enak , saya pernah menyaksikan sendiri. Apalagi pencara di Polsek, sempit dan pengap.
subhanallah tak terbayangkan..
ReplyDeletemudeng ceritanya setelah hampir yang akhir2..
ReplyDeletesoalnya belum mbaca cerita yang 21 hari di polres jd gak tw yang awal2nya :D
silakan dibaca biar dapet dramanya :D
DeleteLuar biasa... untuk seorang narapidana..
ReplyDeleteKunjungan pagi sob. Met beraktifitas.
ReplyDeletesipirnya ngambil baju,
ReplyDeleteya ampun teganya
hehe...
yah beginilah potret bui di indonesia... ^^
ReplyDeletekayanya di LN lebih parah deh nuel :)
Deletewah seru juga ya di sana, sepertinya ini TSnya uda pengalaman ya ma penjara. heheh, tapi menyedihakn ya, ehm, memang penyesalan selalu datang terakhir.
ReplyDeleteakhirnya, kata tidak akan mengulangi jadi kartu as
izin menyimak sobat...
ReplyDeletesayang'a di rutan tidak diajarkan untuk selalu dekat & dekat kepada Tuhan,inilah cara pendekatan yang paling ampuh agar dikemudia hari ketika bebas tidak mengulangi kesalahan yang pernah ia buat
ReplyDeletedi rutan sepertinya ada ya pengajian dsb.nya, cuma tergantung orangnya sih.. yang pasti ada hikmah di balik itu semua, dan banyak juga tokoh yang menulis buku dari balik jeruji besi
DeleteKunjungan perdana sist..
ReplyDeleteRUTAN : Lembaga Pemasyarakatan...
negatif diubah jadi positif...
jadi LP itu dulunya Rutan ya..
Deleteapa yg kita alami..memnag lbh meninggalkan makna yg dalam sebagai pembelajaran dalam hidup...memories will live forever
ReplyDeleteiya, berjanji kagak mengulang lagi deh.....
ReplyDelete