#FF Want u to want me

*lagi banyak ide fiksi, kali ini fiksi lagi yaa :)

Sepanjang perjalanan pulang pikiran Fian tak bisa lepas dari Dewi, karyawan di kantornya itu baru saja menyatakan suatu hal yang tidak di duga. Lewat email Dewi menuliskan, 

Kepada Mas Fian di ruangan, 

Sebelumnya aku meminta maaf karena menganggumu Mas, tapi sungguh apa yang aku rasakan tidak bisa lagi dibendung. Aku takut aku jatuh sakit kalau tidak mengutarakannya, aku takut stres Mas. Ah sebenarnya aku malu tetapi.. aku sudah tidak tahan menahan rasa ini Mas.

Aku menyukaimu..

Maafkan aku Mas, kamu pasti kaget membacanya, kamu pasti menganggap aku perempuan murahan yang tak tahu malu dan sebagainya. Tapi ini benar-benar terjadi. Sudah beberapa bulan belakangan ini aku tak bisa berhenti memikirkanmu. Tahukah engkau bahwa aku sering memperhatikanmu? Aku bahkan tahu kebiasaanmu Mas. Kamu selalu datang jam setengah delapan pagi, ketika karyawan lain belum datang. Setelah absen sidik jari kamu langsung menuju pantry dan membuat kopi hitammu sendiri, kamu tuh paling jarang menyuruh Office Boy, aku ingat kamu pernah berkata, "Kalau bisa di kerjakan sendiri kenapa harus nyuruh orang lain," ingatkah kamu pernah berkata seperti itu mas? 

Kebiasaanmu yang lain adalah pergi ke Mushala sebelum kamu makan siang, bagimu shalat tepat waktu itu wajib. Tahukah kamu karena kamu lah sekarang aku berusaha untuk shalat tepat waktu, terima kasih ya mas. Ah aku membayangkan shalat berjamaah denganmu, pasti sangat indah rasanya. Damai akan menyelimuti diriku, rasa tenang karena bisa bersamamu. Tapi.. bisakah?

Mas.. aku mengetik email ini sambil menahan tangis, aku rindu.. rindu berbicara hanya berdua denganmu, seperti malam itu ketika kita pulang bersama setelah lembur yang melelahkan. Saat itulah aku menyadari kalau ada perasaan lebih dari suka kepadamu. Kita makan bersama di Blok S sambil duduk berhadapan, kamu banyak bercerita tentang hobimu, tentang Farah dan Rifki, tentang kantor. Dan ketika kamu berbicara aku tak hentinya memandang wajahmu, aku bingkai senyummu untuk ku bawa dalam mimpiku di malam-malam berikutnya. Dan aku bersyukur saat itu sudah larut sehingga demi keselamatanku kamu rela mengantarku pulang sampai rumah. Di kantorpun kamu baik sekali mas, bukan hanya kepadaku tetapi juga kepada karyawan lain, aku jatuh cinta.

Duh mas Fian ku, apa yang harus aku lakukan? 

Mobil sudah terparkir di garasi tetapi Fian masih melamun. Pak Kardi menepuk pelan pundaknya, "Pak.. paak.. Sudah sampai rumah,". Fian memang selalu duduk di samping Pak Kardi, ia tidak senang duduk di kursi tengah layaknya majikan lain yang tidak ingin duduk bersebelahan dengan supir. "Eh sudah sampai ya pak? Masya Allah saya melamunnya lama banget ya hehe," ia menutupi kecanggungannya dengan senyum. Keluar mobil dan masuk rumah lewat pintu samping.

"Ayaahh.." Rifki yang sedang berkutat dengan Pekerjaan Rumah seketika langsung berlari mendekatinya. Dari dapur terdengar perbincangan Farah dan Sinta yang sesekali diselingi tawa. "Mereka sedang apa?" Sambil membuka sepatu dan kaos kaki Fian bertanya kepada Rifki yang kini duduk di sebelahnya. "Lagi menyiapkan makan malam untuk kita, katanya sih.. Bunda punya resep baru, Soto Banjar, dari tadi sore tuh mereka berdua sudah sibuk di dapur. Nanti kalau tidak enak kita ledekin ya Yah. Kita pura-pura sakit perut." Rifki mengajaknya berkonspirasi dan sambil menahan tawa Fian mengangguk, "Ok.. Father and son versus Mother and daughter." Ia mengedipkan mata kepada Rifki. Email kiriman Dewi tidak lagi menyita pikirannya.

Dua hari kemudian,

Fian dan Sinta baru saja mengantar Farah dan Rifki untuk tidur di kamarnya masing-masing. Dan tekad Fian sudah bulat, setelah perenungannya ia memutuskan untuk melakukan hal itu. Suatu hal yang bisa jadi akan menyusahkannya di awal, akan ditentang oleh istrinya, tetapi.. tidak ada jalan lain, 

"Bun.."

"Iya." Sinta menepuk-nepuk bantal lalu berbaring di sebelahnya, "Kenapa Yah? Koq tampangnya kusut banget?"

"Aku... aku telah membuat keputusan yang mungkin akan mengagetkanmu. Tapi jalan inilah yang menurutku terbaik untuk saat ini." Wajah seriusnya membuat Sinta pun ikut serius, "Keputusan apa?"

"Tapi.. kamu janji ya jangan marah atau melarang." Sinta hanya diam, dadanya berdegup kencang, ia merasa ada yang tidak beres, tetapi ia hanya menunggu kata-kata Fian selanjutnya,

"Aku.. memutuskan untuk berhenti dari jabatan Manager di kantorku yang sekarang. Aku ingin mencari pekerjaan lain, atau menjadi wiraswasta, yang penting aku resign dari kantor."

"Kenapa Yah? Ada masalahkah?"

Fian hanya menggeleng dan Sinta tidak pernah tahu jawaban yang sebenarnya. Fian menyimpannya dalam hati, hanya untuknya sendiri. Maaf Dewi, aku terlalu mencintai keluargaku. Bagiku mereka sudah cukup mengisi hidupku, aku tidak perlu wanita lain lagi. Cukup istriku, dia yang menemaniku dari aku merintis, dia yang menjaga aku dan anak-anakku, akupun sangat mencintainya, aku tak punya alasan untuk mempertaruhkan perasaannya hanya karena seorang wanita lain yang menyatakan cintanya kepadaku. Maaf kalau sikap baikku selama ini justru menimbulkan perasaan lain di hatimu. Aku telah bahagia dan aku akan tetap memilih kebahagiaanku yang ini, bersama keluargaku. 

Anggun - Want you to want me

Powered by mp3ye.eu

*bersambung.. kapan-kapan :D