14.4.15

Fiksi : Titik Nol

Membutuhkan seminggu untuk melupakan kebersamaan kita yang waktu itu. Seminggu yang ada kamu selalu menari-nari di kepalaku. Ada saja yang diingat, entah itu wajahmu, senyummu, sikapmu yang tidak ingin aku perhatikan terlalu detail karena takut memenuhi memori di kepalaku. Padahal mungkin dalam seminggu itu kamu sudah lupa pertemuan kita, biasa saja menjalani hari-harimu… Ah ya wanita kan memang lebih perasa.

Aku bertanya pada diri sendiri apakah mempunyai dua kepribadian atau sifat munafik yang akut? Atau hanya terlalu mahir dalam memakai dua topeng kehidupan? Menjadi terlihat baik di depan orang-orang padahal nyatanya busuk. Yah aku menjadi jahat dan menjijikkan ketika menyangkut tentangmu, hal yang aku sadari setiap kali kita selesai bertemu.

Aku kembali ke titik nol di mana mungkin Tuhan pun malas mendengarkan rintihan maafku, ah tapi aku tidak ingin berasumsi seperti itu karena Tuhan kan sesuai dengan perasangka hambaNya bukan? Hmm dalam hal yang berkaitan tentang kamu pun aku masih terus menyebutNya.

Saat ini rasa tentang pertemuan kita sudah jauh berkurang, aku moved on (lagi) sambil berharap tidak dicolek (lagi) olehmu karena sapaan satu huruf pun dari mu akan langsung meruntuhkan tembok pertahanan yang aku bangun dengan berdarah-darah karena cintamu itu tidak bertepuk sebelah tangan. Cintamu itu bagai tepukan di derasnya air mengalir yang menimbulkan riak memercikkan wajah.

Dan aku katakan sekali lagi bahwa aku sedang move on (lagi) jadi jangan sapa aku (lagi).

Note : Penggalan yang... dibuang sayang

Friends *ThankU ;)