14.3.12

From Beirut To Jerusalem

Sebenarnya Buku ini telah selesai aku baca di bulan Februari tahun lalu tapi baru aku review sedikit di Twitter.

Dan sekarang aku mereviewnya di Blog.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


Buku ini berkisah tentang Pengabdian seorang perempuan di Kamp Palestin.

Dr. Ang Swee Chai lahir di Malaysia dan dibesarkan di Singapura. Setelah lulus SMA ia memilih bersekolah di Sekolah Kedokteran yang menjadikannya memeluk agama Kristen, dan kekristianiannya itu membuatnya mempertanyakan perannya sebagai Dokter. Di tahun 1982 ia memutuskan menjadi relawan yang dikirim ke Beirut.

Setelah menikah ia mengikuti suami untuk tinggal di London, siaran berita kala itu menyiarkan bagaimana tentara Israel menyerbu Lebanon. Pemandangan mengenaskan dari bom-bom yang dilancarkan ke daerah penduduk diikuti oleh blokade Israel atas Palestina, termasuk bantuan medis, listrik dan makanan yang terputus. Tapi saat itu Dr. Ang lebih memihak kepada Israel. Karena Gereja mengatakan bahwa Bangsa Israel adalah orang-orang pilihan Tuhan dan berkumpulnya orang Yahudi di Israel adalah pemenuhan janji Tuhan. 

Walau begitu, ia mengikuti setiap perkembangan di daerah konflik dan hatinya mulai tergugah dengan cara Israel yang kejam. Menurutnya mengebom orang sipil adalah cara yang memalukan untuk melakukan perang. Bom-bom Israel tidak tertuju kepada tentara Lebanon melainkan ke rumah penduduk, Rumah Sakit, Sekolah bahkan kapal PMI yang membawa makanan dan obat-obatan.

Hati nuraninya terusik, ia mempertanyakan ketidakpedulian rakyat dunia, bahkan ia merasa Tuhan telah meninggalkan Lebanon. Dan akhirnya ia mendaftarkan diri sebagai relawan.

Tertatih-tatih aku membaca buku setebal 476 halaman ini. Kadang aku berhenti karena kepalaku sudah tidak kuat lagi akan banyaknya penderitaan yang tergambarkan dengan jelas. Contohnya pada Bagian Kedua ; 15 September 1982 waktu pagi hari, pesawat tempur mulai terbang rendah dan menembaki daerah sipil, ledakan yang dimuntahkan dari tank-tank ke arah rumah-rumah di kawasan Beirut Barat, termasuk Rumah Sakit Gaza tempatnya dinas. Beirut Barat telah diduduki Israel dan RS Gaza telah terkepung. Shabra dan Shatila menjadi tempat pembantaian dimana wanita-wanita yang keluar rumah hendak membeli makanan atau sedang mengisi air ditembak dengan brutal, atau para pria yang dijajarkan dijalanan lalu ditembak setelah itu diratakan dengan buldoser. Tentara pun memasuki RS dan menembaki pasien yang sebenarnya sudah sangat sulit untuk disembuhkan.

Di Bab lain aku menemukan kondisi penduduk yang sangat sekarat. Tidak ada lagi makanan karena kota mereka masih dikepung. Mereka mulai memakan kucing, anjing dan lain sebagainya. Hingga sampai kepada titik dimana mereka meminta fatwa kepada Ulama agar memperbolehkan mereka memakan bangkai manusia. Aku terluka membacanya, bahkan ketika menulis postingan inipun aku kembali menangis. Sungguh tega manusia-manusia yang memaksakan kehendak dengan jalan kekerasan. Merekalah yang sebenarnya Teroris!!

Terkadang ketika Dr. Ang Swee tidak terlalu sibuk, ia berkunjung ke penduduk yang masih bertahan. Disana mereka akan memperlihatkan foto-foto keluarga mereka yang telah tewas dibunuh. Dalam keadaan mengenaskan mereka tetap menjamu tamu dengan baik dan setelah itu akan memberikan sebuah kenang-kenangan untuk dibawa pulang olehnya. Ya, warga Palestina sangat senang memberi sesuatu, walau itu hanya sekedar syal, taplak meja atau barang-barang kecil yang lain.

Di halaman-halaman akhir tertulis :

Sebuah lagu diciptakan Mustafa Al-Kurd di medan perjuangan di wilayah-wilayah pendudukan, berjudul “Batu dan Bawang”. Bersama sebongkah batu untuk menghadapi pasukan militer Israel. Serta sebutir bawang untuk mengurangi efek gas air mata, para demonstran Palestina telah menaklukan rasa takut.

Telah mati rasa takut yang bersemayam dihati kami
Rasa takut yang membunuh harapan dan menghadang langkah kami
Yang memadamkan cahaya
Rasa takut itu mati dan aku menguburnya dengan tanganku sendiri
Rasa takut adalah monster yang menindas kami
Yang menganiaya kami
Yang memecahkan guci dan isinya
Rasa takut itu mati dan aku menguburnya dengan tanganku sendiri

Mereka punya sebuah mimpi dan aku berbagi mimpi itu dengan mereka, mimpi tentang sebuah dunia yang tampak jelas di tengah-tengah semburan gas air mata dan reruntuhan berasap di kamp-kamp pengungsi. Sebuah dunia tempat seorang bocah sebelas tahun tak perlu belajar cara menggunakan sepucuk khalasnikov atau mesin peluncur roket untuk membela keluarganya. Sebuah dunia yang damai, adil dan aman, tempat aku tak perlu mengatakan kepada seorang anak, “Pergilah ke sekolah” hanya untuk mendapati bahwa sekolahnya telah dibom, atau mengatakan kepada seorang gadis , “Bantulah ibumu menyiapkan makan malam”, hanya untuk melihatnya kembali kepadaku dan mengatakan bahwa ibu dan keluarganya telah dibunuh. Sebuah dunia tempat kami tak perlu lagi takut terkubur hidup-hidup di dalam puing. Sebuah dunia tempat aku tak perlu lagi memperbaiki bagian-bagian tubuh yang patah hanya untuk melihatnya dipatahkan lagi. Atau memeluk tubuh remuk seorang bocah dengan tanganku dan bertanya “Mengapa?” atau mendengar orang-orang bertanya “Berapa lama lagi?” sebuah dunia tanpa penjara, tanpa penyiksaan, tanpa rasa sakit, tanpa kelaparan dan tanpa kartu-kartu identitas pengungsi, tempat aku dapat berteduh di rumahku sendiri dan mendengarkan nyanyian ibuku seraya menutup mata di penghujung hari. Tempat itu adalah mimpi kami, Jerusalem kami.
  
Dr. swee sedang melakukan operasi tanpa masker, sarung tangan, pembiusan maupun listrik (Shatila 1985)

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Postingan ini sebagai Awareness sekaligus aku ikut sertakan dalam Give Away : The Hunger Games Giveaway.

   

8 comments:

  1. Kalau aku baca ceritanya kok mirip ya,sma salah satu aktifis wanita tangguh asal Yaman ya yaitu Tawakkul Karman,sumpah aku mau nangis pas nonton Tawakkul Karman di penghargaan nobel 2011
    mungkin salah satu atau satu2 aktivis wanita yang berani & lantang menuntut semua hak2 rakyat tanpa terkecuali
    Pokoknya keren deh mba,

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya di buku ini juga dikisahkan beberapa tokoh wanita lain, ada yang masih hidup ada juga yang akhirnya tertembak mati dengan 56 peluru di tubuhnya.. mereka memang wanita2 hebat.. salut :)

      Delete
  2. Sudah terdaftar! Terima kasih atas partisipasinya kak :)

    ReplyDelete
  3. Ini buku emang keren sih! Sayang, saya gak punya soalnya dulu minjem. T_T

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ga papa minjem yang penting udah baca ;)

      Delete
  4. Ya Tuhaaaaan gemeteran bacanya... -_-

    ReplyDelete

leave ur track so i can visit u back :)

Friends *ThankU ;)