“Jadilah milikku. Mau?”
Lena teringat kata-kata Denis beberapa hari lalu. Ia tidak habis pikir bagaimana seorang Denis bisa berkata seperti itu?? Is it such a playboy’s game? Bertaruh dengan teman-temannya untuk mendapatkan aku?? Ah tega sekali kalau benar seperti itu. Tapi.. ataukah Denis sungguh-sungguh? Itu lebih mustahil lagi mana mungkin Denis menginginkan gadis seperti aku, buktinya dari kemarin ia menghilang.
Denis, sakit ini muncul lagi, sakit sekalii Nis, aku ngga
kuat
Tahan Len, aku ke sana ya, sekarang. Kamu harus kuat Len.
Plis
Kamu mau kesini Nis? Mana? Aku menunggumu dari kemarin tapi
kamu tidak muncul juga. Atau jangan-jangan saat ini kamu malah sedang
berbincang dengan wanita cantik, menggodanya. Yah kalaupun itu terjadi kamu
pantas koq Nis.
Dengan perlahan Lena beranjak dari ranjang, merapikan letak
wig dikepalanya, mendorong tiang infus ke luar kamar.
“Mau kemana Lena?” Suster bertanya
“Bosan di kamar”
“Mau saya temani? Pakai kursi roda?”
Lena menggeleng, teringat kembali akan Denis yang sering membawanya
ke taman, dengan kursi roda.
“kamu harus banyak-banyak dijemur”
“Memang aku bayi”
kenangan penuh tawa itu membuatnya semakin
sakit.
Di bangsal lain, tiba-tiba ia merasa melihat seseorang yang
sangat ia kenal
“Suster, itu di kamar 309 siapa? Koq seperti Denis” ia
menunjuk sebuah kamar VIP yang gordennya terbuka
2 orang suster jaga saling berpandangan lalu salah seorang
menjawab
“Benar Mba Lena, itu Mas Denis”
Wajah Lena penuh tanya
“Kemarin Mas Denis dibawa kemari, kata yang bawa sih dia
korban tabrak lari di jalan depan Rumah Sakit ini. Ada pengendara mobil yang
menerobos lampu merah sambil ngebut. Ia menabrak Mas Denis, dan Mas Denis
terpelanting jauh dari motornya. Belum sadarkan diri sampai sekarang”
Lena terpaku
“Aku boleh masuk?”
“Jangan lama-lama ya Mba”
Lena tidak menjawab, ia menyeret kakinya dengan sisa-sisa
tenaga. Ia menarik kursi ke dekat ranjang, menyentuh tangan Denis, menggenggam
tangan berinfus itu dengan tangannya yang juga dipasangi infus.
“Jadilah milikku, mau? Mau ya Nis.. Pliss” walaupun mata
Denis terpejam Lena berharap Denis tetap dapat mendengar kata-katanya.
---
“Lena.. Len.. ngapain di situ?” Dokter Andri yang sedang
melintas melihat kamar Denis yang terbuka dan mendapati Lena duduk di sana.
“Lena” ia menghampiri, memegang bahu Lena tapi Lena seakan
mematung, Dokter memeriksa denyut nadi Lena, nadi yang hampir tidak berdenyut.
“Suster, siapa yang mengijinkan Lena keluyuran sendirian!!”
Dokter melepas botol infus dari tiangnya, ia menggendong Lena
“Siapkan alat pacu jantung, Sekarang!!”
#15HariNgeblogFF
maaf nggak baca postnya dulu, ini hanya mau ngetes kotak komentar kamu dear
ReplyDeleteini bisa membalas dengan tombol reply, tapi menggunakan tampilan mobile baru muncul karena kamu menggunakan template bukan dari blogger :)) kalo sayang dengan templatenya nggak papa, tapi nggak bisa reply kecuali kamu mau edit htmlnya dengan menambahkan skrip baru :)
Deleteiy gpp mba han.. thank u yaaaa :*
ReplyDeleteTragis...
ReplyDeleteTapi, itulah cinta ya? ^^
yup, thats love.. sometimes we just dont understand what love is :(
ReplyDeleteaduh... selamatkah Lena? :(
ReplyDeletewuiihhh..pagi2x sudah disuguhkan oleh yg 'pedas' seperti ini :D
ReplyDeletedua2xnya sekarat...
Idea... ngga tahu :(
ReplyDeleteInge... pedesin mata maksudnya?? :)
keren :)
ReplyDeletekeren tp sedih.. *teteupp*
ReplyDeletewah, jangan digantung donk ceritanya. trus si lena nya gimana? selamat gak? qiqiqi, semangka, ditunggu cerita selanjutnya
ReplyDeletewhuah ga ada kelanjutannya mbak'e itukan CerMin, biarlah begitu sajah adanyah... xixixixix..
ReplyDelete