27.11.12

Sepotong Roti Untuknya


Ya Tuhan, berikanlah aku roti hari ini, roti itu Tuhan. Dari jauh Denis menatap ke arah roti-roti yang baru saja diletakkan di etalase toko. Pelayan yang melakukannya sempat memandang ke luar jendela, melihat Denis, tapi hanya sekilas saja karena setelah itu ia sibuk menata roti yang masih panas di pinggan-pinggan kaca dalam etalase. 

"Nis, ayo." Teguran Firman membuyarkan lamunan Denis, rasa lezat yang seolah sedang ia kecap tiba-tiba sirna. Mereka kembali berjalan, menyusuri trotoar. 

"Kak, hari ini kita jualan dimana?" Tanyanya sambil terus menenteng tas besar. Tangannya sudah mulai sakit karena beban yang ditimbulkan dari tas itu. 

"Di depan sana sedang ada pasar pagi Nis, kita nge-gelar di situ saja." Jawab Firman yang juga menenteng sebuah tas yang tak kalah besar.

Semoga hari ini laku banyak, biar aku bisa beli roti. Spontan wajah Denis menoleh ke toko tadi, rasa lezat kembali menyapa lidahnya, turun menuju tenggorokan dan berakhir dengan perut yang berbunyi. 

"Kamu lapar?" Firman menghentikan langkah, suara perut Denis terdengar olehnya. 

Denis mengangguk, roti itu benar-benar memenuhi pikirannya. 

"Duh Denis kenapa nggak bilang? Kan bisa makan di rumah. Eemm... Tunggu sebentar ya." Firman melihat sekitar lalu berlari ke arah warung kecil yang terletak di lorong di antara toko-toko, tidak lama ia kembali dan menyodorkan sesuatu kepada Denis, "Nih, pegang saja dulu, dimakannya nanti kalau kita sudah sampai pasar pagi ya. Yuk cepat." 

Denis menerima kantong plastik itu, membukanya sebentar lalu menyusul langkah kakaknya. Aku nggak mau roti ini kak, aku maunya yang... Hhh.

☼☼☼

Sesampainya di pasar pagi, Denis membantu Firman menggelar barang dagangan mereka, hari libur seperti ini lebih dimanfaatkan oleh pedagang kaki lima untuk menjual beraneka barang, dengan harapan orang-orang yang sedang berolahraga atau hanya sekedar menikmati udara pagi, sudi melihat-lihat yang mereka jajakan dan akhirnya tertarik untuk membeli. 

"Kak, aku ke sana dulu ya." Tidak jauh dari tempatnya menggelar dagangan, dilihatnya seseorang yang sedang menerbangkan pesawat. Penjual lain yang mendemokan barang dagangannya. 

"Iya, tapi jangan jauh-jauh ya Nis." 

"Iya Kaak." Denis berlari, roti di tangannya digenggam kuat-kuat agar tidak terjatuh. Tapi kemudian larinya terhenti, ia menoleh ke bawah pohon dan melihat seorang anak laki-laki sebayanya yang sedang merintih kesakitan. 

"Aduuhh, perutkuu.... " 

Denis mendekat. "Kamu kenapa?" 

"Perutku sakiitt. Aduuhh." 

"Sakit kenapa?" Tanyanya lagi. 

"Aku belum makan, sudah dua hari." Anak itu meremas perutnya, bulir-bulir air mata turun dari matanya yang tertutup. 

Tampak Denis berpikir sebentar, matanya bergantian memandang anak itu dan roti di tangannya, "Nih untuk kamu," Ia menyodorkan roti tapi kemudian ia tarik kembali, "Tapi aku minta sedikit ya, aku juga lapar." Ia tersenyum lebar, memamerkan gigi putihnya yang tersusun rapi. 

Anak itu membuka mata, memperhatikan Denis yang membuka bungkus roti, memotong sedikit dan menyerahkan sisanya kepadanya. 

"Nih ambil."

Ia menerima uluran tangan Denis dan segera saja melahap roti itu."Makasih."

Denis tersenyum, "Oh iya, ini ada uang, bisa untuk beli minum." Ia merogoh kantong celana lalu menyerahkan dua lembar uang seribu rupiah yang diberikan ayahnya sebelum mereka pergi. "Sudah dulu ya aku mau melihat pesawat." Denis meninggalkan bocah itu, yang masih tidak percaya dengan sikapnya. 

☼☼☼


"Alhamdulillah Nis, hari ini kita laku banyak." Langkah mereka sore itu lebih riang, tas di tangan Denis pun lebih ringan daripada tadi pagi. "Oh iya, kita mampir dulu yuk ke situ." Denis terkejut mendengar kata-kata Firman. "Kenapa Nis?" 

"Ke toko itu Kak?" 

"Iya, maukan?" 

Denis tidak menjawab, ia hanya tersenyum, bola matanya berbinar.

Humm tentu saja kamu mau karena itu harapanmu beberapa hari ini, maafin kakak ya Nis karena baru bisa membelikannya sekarang. Kamu hebat Nis, apalagi sikapmu tadi pagi. Firman merangkul adiknya, menuntunnya memasuki toko roti dan membiarkan Denis berlama-lama memilih roti yang diinginkannya.



22 comments:

  1. satu potong roti sangat bermanfaat sekali bagi yang membutuhkan,,,senangnya bisa berbagi

    ReplyDelete
    Replies
    1. hooh mbak, rasanya gimanaa gitu #lho apa sih :D

      Delete
  2. Kalau tadinya Denis ngasih semua rotinya mungkin kakaknya beliin toko roti kali yak #eh melipir :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. eeeeh ada yang keluar dari Gua, ati2 melipirnya, kepeleset tar ga jadi rilis itu si syauqi :P

      Delete
    2. gua macan Mbak. ada sesuatu yang didapatnya dong pasti..

      Delete
    3. ada pak, banyak berlembar-lembar :)

      Delete
    4. ada yang udah dapet dua tuh bang #phbtbt

      Delete
  3. so the miracle of giving?
    jendela sedekah kah?
    ohh noo

    ReplyDelete
  4. yang di paragraf terakhir kesannya datar, tapi kena banget.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya pak datar banget yak, hehe maklum nih ga bisa bikin yang cetar membahana :D

      Delete
    2. Ayuk, belajar sama akuh ajah kalo yg cetar2 membahana badai ;))

      *tersyahrini :p

      Pesan dari cerpen ini simple dan elok, tapi gambar rotinya, apalagi dilihat subuh2 begini, sungguh membuat laper.

      Delete
    3. tadinya mau kasih gambar roti yang lebih dahsyat loh dince, biar kamu tambah kepengen :P

      Delete
  5. jadi jangn pelit gitu kan :)

    tapi kok si denis, sedekah rotinya ga ikhlas, itu kan bukan roti yang ia inginkan

    ReplyDelete
    Replies
    1. tapikan Denis laper Om *denis mode on*

      Delete
  6. indahnya berbagi yaaa .....


    tapi kenapa lokasinya memilih Pasar Pagi??? Kenapa enggak Sunter atau Rawamangun aja??
    #nawar :D

    ReplyDelete
  7. kok roti dianggap tuhan yah mbak.... wah denis akhirnya juga dibeliin roti sama kakak firman yah

    ReplyDelete
    Replies
    1. gimana, gimana, gimana?? roti = Tuhan? no.no.no.no

      iya dong kakak Firman kan baik hati dan tidak sombong

      Delete

leave ur track so i can visit u back :)

Friends *ThankU ;)