28.8.12

BACK TO THE PAST [Nurul Fadilah]


BUKAN PEMBERONTAK
“Tini … bangun nduk, rumah kita sebentar lagi bakal dikepung,” seseorang mengguncang tubuhku, perlahan aku membuka mata, mengedarkan pandangan dan merasa asing dengan semua yang ada di sekitarku. Termasuk seorang ibu yang menggunakan kebaya model lama lengkap dengan kain selutut dan sanggul cepol di kepala. “Ayo bangun, kita harus pergi dari sini, bapakmu sudah ditangkap di desa sebelah. Kasihan, padahal dia kan cuma guru ngaji.” Kini perempuan tua itu menangis tanpa aku bisa berkata apa-apa.
“Sudah, sudah si mbok tidak mau terus menangis, bapakmu memang sudah punya firasat kalau hal seperti ini bakal terjadi, dan dia bilang si mbok harus membawamu pergi dari sini. Kita naik kapal menyeberang Jawa, di seberang nanti ada pakdemu yang menunggu. Ayo lekas, kenapa kamu diam saja seperti itu Tini. Kamu tidak mau kan dibawa ke penjara? Kamu ingin meneruskan sekolah ke THS[1] dan menjadi orang besar kan? Ayo!” Tanpa menunggu lama ia menarik tanganku, mau tak mau aku bangkit dari tempat tidur yang ternyata hanya terdiri dari dipan kayu biasa dengan kasur tipis di atasnya.
☼☼☼
“Apa yang terjadi mbok?” Sambil mengendap-endap di antara rimbunan pepohonan aku bertanya.
“Sttt … pelankan suaramu, di sebelah sana ada yang sedang berpatroli.”
Di kejauhan aku melihat beberapa tentara hilir mudik sambil menyandang senjata laras panjang. Situasi ini mengingatkanku pada film penjajah yang dulu sering aku lihat di televisi. Aku di masa itukah? Bagaimana bisa?

Setelah hampir satu kilometer kami berjalan, akhirnya kami tiba di sebuah rumah yang sebelumnya sudah diceritakan oleh si mbok, rumah pak Naryo. Si mbok mengetuk pintu dan diinterogasi secara singkat oleh orang dari dalam rumah, lalu kami dipersilakan masuk. Di dalam sudah berkumpul banyak orang dengan tujuan yang sama, yaitu keluar dari pulau Jawa.
“Sabar ya nduk, bapakmu itu orang baik, dia bukan pengkhianat apalagi pemberontak.” Seorang ibu yang kemudian aku ketahui bernama bu Laksmi mendekatiku, mengusap lenganku dengan tatapan penuh empati. Dari orang-orang inilah aku mulai merangkai cerita akan apa yang sedang terjadi, bahwa aku adalah anak dari seorang guru ngaji di pinggiran Jakarta, yang dituduh akan melakukan makar[2]. Pemerintah menilai kalau ayahku termasuk dalam pemberontak yang ingin menggulingkan pemerintahan pada masa itu. Mendengarnya saja aku takut, bagaimana bisa negeri ini, yang baru saja merdeka dari penjajah kini rakyatnya diburu karena rasa takut yang berlebihan oleh penguasa. Tidakkah mereka lupa bagaimana kami berjuang dengan harta dan jiwa untuk meraih kemerdekaan? Tapi lalu kami dibungkam karena menyuarakan pendapat?
“Besok pagi-pagi sekali kita berangkat, sekarang beristirahatlah. Perjalanan kita masih panjang.” Suara pak Naryo membuyarkan lamunanku. Aku tak ingin ikut mereka, aku harus pulang karena rumahku memang bukan di sini, bukan di zaman ini. Yang aku tahu aku terperosok ke dalam sumur tua di belakang kampus ketika aku dan mahasiswa baru yang lain sedang mencari berbagai macam bentuk batu dan bunga atas perintah kakak senior.
☼☼☼
Aku keluar rumah setelah dua jam menunggu semua orang tertidur lelap. Aku tidak menemukan senter atau memang di zaman ini belum ada senter? Entahlah, namun yang pasti aku berjalan dalam gelap, sambil mengira-ngira jalan mana yang tadi sore aku lewati bersama si mbok. Perjalanan kali ini aku rasa lebih lama tapi aku tak peduli, walau kakiku sudah perih karena tertusuk semak berduri. Aku hanya bersyukur tidak menemukan binatang malam di rimbunnya pepohonan.
Hhh … akhirnya sampai juga ke rumah ini, aku mulai mengitari halaman belakang untuk mencari sumur. Sumpah aku sebenarnya tidak percaya akan perjalanan menembus waktu, tapi saat ini hanya itulah yang terbersit dalam benakku. Dan sepertinya Tuhan mendengar doaku, di antara dua pohon beringin aku melihat sumur yang sepertinya masih dipakai, tapi mudah-mudahan itu teleport[3]ku ke masa depan.
“Berhenti!”
Aku berbalik dan melihat beberapa tentara keluar dari rumah, tapi aku tidak berhenti, sambil berjalan mundur aku mendekati sumur itu.
“Berhenti atau saya tembak!” Salah satunya berbicara dengan lantang. Apakah ia benar-benar akan menembakku? Aku lebih peduli dengan sumur yang akan membawaku pergi dari sini.
Dorr …
Aku merasakan timah panas menembus bahuku.
“Berhenti!” Tentara lain mulai meneriaki dan memasang posisi menembak dari sudut lain, aku menoleh dan tak berhenti ketika ku lihat jarakku dengan sumur hanya beberapa langkah saja. Lalu aku memutuskan untuk berlari diantara rasa sakit karena peluru.
Dorr … dorr …
Salah satu tembakan itu mengenai kakiku, jangan kau tanya bagaimana sakitnya karena ini sangat menyakitkan, aku terhuyung dan tercebur ke dalam sumur.
☼☼☼
“Dilla … Ya Allah kamu kenapa? Kok tiba-tiba berdarah seperti ini? Toloongg … Kakak senior toloongg.” Aku membuka mata dan melihat Mia di sampingku, sudah kembalikah aku ke masaku? Ah syukurlah.
“Astaghfirullah, ada apa ini?” Kak Bagas berlari mendengar teriakan Mia, lalu ia memanggil yang lain untuk membawaku, dan ku dengar salah seorang kakak senior menelpon ambulans.

________________________
[1] THS : Technische Hooge School, sekarang Institut Teknologi Bandung - ITB
[2] Makar bisa dikatakan sebagai pemberontakan terhadap pemerintah yang sah, dalam hal ini pemerintah yang dimaksud adalah kepala negara atau Presiden dan Wakil  Presiden
[3] Teleport adalah benda yang digunakan untuk mengirimkan orang atau sesuatu ke tempat lain, menembus ruang dan waktu

28 comments:

  1. Mumpung sepi dipertamaxin dulu... xixixixi...
    Kok ga ada perubahan diblog ini ya? hahahaa...
    eh mba boleh curhat dikit ngga?
    Aku tuh males kalau baca cerita yang panjang kaya gini coz ga hobi baca cuma hobi nulis, hehehehee.

    ReplyDelete
    Replies
    1. sama fahmiii aku juga ga suka baca postingan yang panjang2 :))... tooosss :P

      ya ealaah emangnya kamu jago gonta ganti tema :P

      Delete
    2. Hahahaaa... *tos*
      ga jago kok mba, mba klo mw minta tolong buat ganti tema atau design insya allah fahmi bisa bantu koqq :D

      Delete
    3. beneran? asiikkk, mau bangeetttt *love love deh matanya*

      Delete
  2. boleh juga ya kalo ada sumur itu. tapi koq setting di balik sumur itu yang mengerikan. ada peluru segala. coba kalo diganti jadi istana coklat bertabur bidadari, bakalan banyak tu yang nyemplung nggak pengin balik, haha..

    ReplyDelete
    Replies
    1. wedewww kaga usah keluar deh dari sumur kalo kaya gitu mah hehe

      Delete
  3. ini cerita seperti di film saja ya ? bisa menembus ruang waktu di masa lalu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. kaya Quantum Leap ya kalo ga salah judulnya

      Delete
  4. wah ceritanya masuk ke dimensi waktu yang berbeda ya.... wah harusnya kalau di kejadian di dunia lain, dibawa ke masa sekarang lukanya masih ada dong ya... tersisa gitu ya... apalagi luka tembak...

    ceritanya bagus...

    ReplyDelete
    Replies
    1. masih ada koq, di paling akhir dia kembali ke kampusnya sambil berdarah2 :)

      Delete
  5. bercerita masa lalu , ,jadi ingat kenang"an dulu sama teman"#smile

    ReplyDelete
  6. eh kok balik ke masa lalu/depan musti nyemplung sumur dulu? kenapa ga pakai mobil kayak film back to the future :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. back 2 d future itu kayanya film lamaaaa banget ya, dan aku belom nonton full :D

      Delete
  7. Wah, ceritanya nih kayaknya terinspirasi inuyasa ya sob? masuk kesumur dulu kalau mau pindah waktu hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. inuyasa itu yang mana ya? kalau ngomongin sumur sih aku ingetnya sama film Sadako, hiyyyyy sereeemm

      Delete
  8. bukan pemberontak , saya juga bukan pemberontak mbak ...wkwkwkwkwk
    ceritanya serasa kayak difilm-film , pake nyebur ke sumur dulu ....

    ReplyDelete
  9. Makin rapi tulisannya kak! Asiiiik! :)
    Seruu ceritanyuaaa

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah. Akhirnya selesai juga nyimaknya. Panjang banget mbak.

    ReplyDelete
  11. Sama kayak komentar pertamaX diatas,,

    kalau panjang2 aku mls baca kecuali bacanya lewat Buku :)


    salam kenal ya mba,,,

    kunjungan pertamaku neh ^_^

    ReplyDelete
  12. oh, kirain THS itu This House Should, kayak yg ada di motion debate gitu :p

    *salahfokus* salahbanget*

    ReplyDelete
    Replies
    1. debat yang mana nih dince?

      *kasih nilai nol besar pake spidol merah karena salah sesalah salahnya*

      Delete

leave ur track so i can visit u back :)

Friends *ThankU ;)