21.10.15

‘Gagal Move On’ di Era Presiden

Pertama-pertama sebelum melanjutkan membaca postingan saya ini, saya minta kepada pembaca agar bersikap santai (kaya di pantai) karena ini cuma sekedar ‘sekelebatan’ pemikiran saya saja :)

pictfromhere 


Gagal Move On... 
Tiga kalimat itu pastinya sudah cukup akrab di telinga para netizen. Tiga kata yang biasanya menggambarkan kesedihan berkepanjangan setelah putus cinta. Tapi tiga kata kramat yang terkesan nelangsa itu kini bergeser arti setelah kita memasuki era Presiden yang baru, karena tiga kata itu tidak hanya disematkan pada para jomblo-jomblo yang ditinggal pacar tapi juga pada para pemilih dan atau simpatisan calon Presiden yang kalah.

Coba perhatikan berapa banyak tudingan ‘gagal move on’ yang dilontarkan para simpatisan Presiden. Banyak bukan? Kalau di Home Facebook saya sih banyak :D.

Jadi terbersit pertanyaan sebenarnya yang gagal move on itu kubu siapa ya?? Well maksud saya begini, suka tidak suka rela tidak rela pasangan Presiden & WaPres yang terpilih sudah satu tahun menjabat. Nah dalam satu tahun itu banyak kebijakan Pres & WaPres yang tidak sesuai dengan masyarakat, lalu apa salah kalau masyarakat melayangkan protes? Toh di era Presiden-presiden sebelumnya masyarakat Indonesia 'terbiasa' dengan berdemo, protes, mencibir, mencaci, menyalahkan, menghujat dan sebagainya ketika ada kebijakan yang dirasa cukup kontroversial. Tapi banyak juga kok keberhasilan mereka! Begitu kata simpatisan... yaa harus banyak dong sesuai janji kampanye dulu hehe... ups wait apa saya salah bicara? Oke saya ubah dengan... yaa harus banyak dong namanya juga jadi Presiden, tugasnya memang buanyaak buanget. Nah kalau yang ini terdengar lebih soft and tender tidak? :D

Nyatanya di era yang baru ini, masyarakat (khususnya netizen) seolah terpecah menjadi dua kubu yang berakhir dengan perang status yang tidak ada habisnya. Pendukung Pres & WaPres terpilih saat ini tidak terima dengan protes yang ditujukan kepada Presidennya, maka disematkanlah kata-kata ‘gagal move on’ ‘pasukan sakit hati’ dan sebagainya.  Nah dari sini lah pertanyaan saya muncul. Sebenarnya siapakah yang gagal move on? Apa benar pendukung capres yang tidak terpilih atau jangan-jangan pendukung Pak Pres yang merasa kalau saat ini masih era kampanye jadi apa pun kata-kata Pak Pres harus dimanuti?
Ups... sampai sini jangan mulai emosi ya... 

Coba deh renungkan sendiri bagaimana hidup (negeri) kita saat ini. Jadi apa salah kalau masyakarat menuding bahwa kebijakan Pak Pres itu tidak pro rakyat? Menurut saya, siapa pun Presidennya entah itu pilihan kita atau bukan yaa wajar-wajar saja kalau kita kritisi KARENAA kita semua yang merasakan dampaknya secara langsung. Bukan hanya pendukung Presiden terpilih.  



Intinya, ini bukan masalah gengsi untuk terus membela mati-matian idola kita, ini juga bukan saatnya untuk menghujat dengan serampangan capres yang tidak kita pilih. Ini saatnya kita mengawal, mengkritisi, memberi saran untuk kebaikan bersama, dan lebih baik juga kalau kita sama-sama berdoa agar para pejabat di istana sana bertindak atas nama rakyat. Karena mereka adalah wakil rakyat yang dipilih untuk mengabdi kepada rakyat, bukan kepada golongan tertentu. 

Last but not least... jangan mau ah kita rakyat Indonesia yang punya semboyan ‘berbeda-beda tapi tetap satu’ dipecah belah demi kepentingan segelintir orang.

Salam damai.


Friends *ThankU ;)