Hari ini aku datang menghadap Tuhanku dengan langkah mantap
menyongsong pengadilan. Aku menghitung dalam diam, amalanku banyak, kataku
dalam hati.
Lalu neraca keadilan perlahan ditegakkan, kanan penuh amal
dan kiri diletakkan dosa. Puasa-puasa, shalat-shalat, sedekah, dzikir dibacakan
kemudian ditumpuk di timbangan kanan. Aku tersenyum, bayangan surga di depan
mata dapat ku titi melalui siratul mustaqim dengan lancar. Timbangan kanan
menjuntai ke bawah, malaikat berhenti menambahnya. Sudah… Amalanku sudah habis.
Tapi perlahan timbangan kiri merambat naik, aku panik! Terdengar suara, “ini
dosa mu karena berghibah. Yang ini karena riyamu dalam beribadah. Ini dosa dari
ribamu. Kamu pernah berhutang jadi harus membayar. Yang ini balasan karena….
Dan ini untuk…” Aku mulai tak mendengar. Cemas. Takut. Panik. Aku menjadi
muflis. Bangkrut!!! Semua yang aku kerjakan di dunia menjadi tidak berarti
karena salahku sendiri. Penyakit hati yang menggerogoti berujung pada pailit.
Aku masih menunggu, berharap ada satu kebaikan yang dapat menyelamatkan,
berharap tetap dimasukkan ke surga bukan lagi karena ibadahku yang cacat melainkan karena rahmat dan ampunanNya yang seluas alam semesta.
Kali ini aku
berdoa sepenuh hati, bersimpuh tulus, ikhlas lillahi ta'ala.
#Kontemplasi